Sabtu, 13 Februari 2010

konsep cinta dalam islam

Cinta merupakan konsep yang paling penting dan agung dalam Islam. Mahabah atau Hubb dan kalimat yang serupa seperti mawaddah, wilayah, memainkan peranan yang sangat signifikan dalam Islam, khususnya pengikut Ahlulbayt. Sehingga dapat ditegaskan bahwa kecintaan atau cinta merupakan azas keimanan seseorang. Nabi saw dalam suatu hadist yang sangat terkenal bertanya kepada para sahabat tentang apakah iman yang sejati. Sahabat tidak mampu menjawab pertanyaan itu, lalu Rasulullah saw bersabda:"Iman yang sempurna adalah mencintai semata-mata karena Allah, membenci semata-mata karena Allah, menjadi kekasih Allah sebagai kekasihNya, dan membenci sesuatu yang dibenci-Nya."

Dalam hadist yang lain disebutkan bahwa salah satu murid Imam Dja'far Al-Shadiq as bertanya kepada beliau mengenai makna cinta dan benci yang berasal dari keimanan, Imam menjawab, "apalagi iman itu kalau bukan cinta dan benci." Dari hadist yang lain dikatakan "agama adalah cinta dan cinta adalah agama."

Pernyataan hadist tersebut menunjukan bahwa betapa pentingnya peranan cinta bagi pengikut Ahlulbayt. Maka dari itu, hal ini menuntut perhatian lebih dari kita untuk membeberkan makna yang sebenarnya dari kata Cinta.

Beberapa pertanyaan yang muncul ke permukaan adalah cinta seperti apakah yang ditekankan oleh Islam secara umum atau para pecinta Ahlulbayt secara khusus? Siapakah yang menjadi pusat kecintaan kita? Mengapa dan untuk tujuan apa orang-orang yang beriman memiliki kecintaan seperti ini?

Bagi pengikut Ahlulbayt, kecintaan mensyaratkan tiga hal yang saling berkaitan satu sama lain. Pertama ialah kecintaan kepada Tuhan; kedua, kecintaan kepada Nabi dan keluarganya; dan ketiga, kecintaan kepada orang-orang yang beriman.

Kecintaan kepada Tuhan

Tuhan merupakan obyek kecintaan yang paling puncak dan tertinggi dalam ajaran Islam. Sebagaimana yang disebutkan dalam Alquran, Allah swt berfirman:

"Katakanlah, jika bapak-bapak dan anak-anakmu, saudara-saudara dan istri-istrimu, kerabat-kerabat dan hartamu, perniagaan yang kau takutkan kerugiannya, dan rumah-rumahmu lebih kau cintai daripada Allah, Rasul dan berjuang di jalan-Nya, maka tunggulah keputusan Allah, dan Allah sekali-kali tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik." (QS. 9:24)

Ayat tersebut di atas secara jelas menunjukan bahwa kecintaan kepada Tuhan menghapus segalanya dan apa yang menjadi obyek kecintaan manusia di dalam kehidupannya. Dengan kata lain, ketika orang mencintai Tuhan, ia akan berpaling dari hal lain kecuali Tuhan. Lebih jauh, Alquran mensinyalir dalam ayat lain bahwa kecintaan orang-orang mukmin kepada Tuhan hendaknya lebih besar dari segala-galanya. Akan tetapi, beberapa kelompok anak adam mencintai hal-hal tertentu sebanyak kecintaan mereka kepada Tuhan. Dan ada diantara orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah, mereka mencintainya sebagaimana mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman, mereka sangat kuat cintanya kepada Allah.

Maksudnya, Tuhan merupakan sumber segala kecintaan. Ia adalah sumber dari segala yang ada, dari segala makhluk hidup, makro dan mikro kosmos. Kecintaan merupakan atribut Tuhan yang secara gamblang digambarkan oleh banyak ayat Alquran, maka konsekuensi logisnya adalah kecintaan kepada Tuhan merupakan azas yang sangat fundamental dari keimanan. Azas yang mana manusia dituntut untuk menggerakannya dalam kehidupan mereka. Pemikiran seperti ini juga ditegaskan oleh pikiran dan nalar kita.

Patut untuk diperhatikan bahwa pertama, karakter fitrah manusia selalu mendambakan kesempurnaan dan keindahan. Tuhan merupakan kesempurnaan mutlak dan keindahan azali, maka adalah suatu hal yang fitrah dan wajar bilamana manusia mencintai Tuhan. Kedua, manusia sebagai hamba Tuhan secara fitrah mencintai siapa saja yang berbuat baik kepada mereka dan mereka akan membalas kebaikan dan kemurahan itu sebagaimana sabda Imam Ali bin Abi Thalib as, "kemurahan dan kebaikan memperbudak manusia."

Kini, ketika mengatakan bahwa Tuhan merupakan sumber dari segala wujud yang ada, dengan segala kemurahan dan kebaikannya, maka manusia berdasarkan kefitriannya mencintai Tuhan. Nabi saww bersabda, "Cintailah Allah karena Ia telah bermurah hati dan menganugerahkan segala kebaikan kepadamu."

Kecintaan kepada Nabi

Setelah kecintaan kepada Tuhan, Rasulullah saw dan Ahlulbaytnya merupakan objek kecintaan kita. Nampak nyata bahwa kecintaan kepada Rasul adalah sebagai bukti kecintaan kita kepada Allah. Dalam salah satu hadist Ahlulbayt as dikatakan bahwa Allah mencintai Nabi dan Ahlulbaytnya sebagai puncak kecintaan manusia. Maksud penciptaan semesta, nirwana dan segala yang ada di dalamnya merupakan manifestasi kecintaan Tuhan kepada Nabi dan Ahlulbayt as. Dalam hadist al-kisa yang dinarasikan oleh Fatimah disebutkan, ketika mereka, Ahlulbayt, berhimpun dalam suatu kisa (kain), Allah yang Maha Kuasa berfirman, "Agar menjadi khasanah pengetahuanmu, malaikat dan segala apa yang ada di dalam nirwana bahwa tidak Aku ciptakan nirwana, semesta dan segala isinya kecuali karena kecintaan-Ku kepada lima manusia suci di dalam kisa."

Nabi saww dan Ahlulbaytnya berkata kepada para pengikutnya, "Cintailah aku semata-mata kecintaan kepada Allah." Kita mencintai Nabi karena ia merupakan kekasih Allah swt dan ia membimbing kita untuk mencintai Rasulullah, demikian juga Ahlulbaytnya. Inilah alasan yang pertama dan yang utama kenapa kita mesti mencintai Nabi saw. Kedua, karena Nabi Muhammad adalah insan paripurna dan personifikasi dari ketinggian derajat seperti kepemurahan, keagungan, akhlak yang mulia dan kearifan puncak. Oleh karena itu, wajar jika manusia terpesona dengan wujud Muhammad dan kemudian mencintainya. Dan yang ketiga, Muhammad telah membimbing kita kepada anugerah yang paling esensial dan signifikan bagi kemaslahatan kita pada kehidupan hari ini dan hari esok.

Karena atas alasan ini, firman Tuhan yang prolifik, hadist Rasul dan hadist para Imam yang menandaskan kemestian cinta kita kepada Rasul dan Ahlulbayt, sudah menjadi kewajiban seluruh muslim untuk mencintai mereka sebagaimana cinta kepada diri mereka sendiri, atau bahkan lebih daripada itu, sebagaimana yang disebutkan dalam Alquran, "Nabi itu (hendaknya) lebih utama bagi orang-orang mukmin lebih dari mereka sendiri." (QS. 33:6)

Kecintaan kepada Ahlulbayt

Kecintaan kepada Ahlulbayt Nabi saww merupakan suatu kemestian yang harus ditanamkan dalam jiwa seorang muslim sebagaimana kemestian cinta kita kepada Rasulullah saww. Bahkan suatu bukti kecintaan kepada Ahlulbayt Nabi ditegaskan dalam suatu hadist bahwa hal yang mula-mula ditanyakan pada hari hisab kelak adalah tentang kecintaan kepada Ahlulbayt.

Karena kecintaan ini bercorak mesti dan penting, maka terdapat tiga ratusan ayat suci Alquran yang bersumber baik dari Syi'ah maupun Sunni. Kesimpulannya adalah mereka menunjukkan bahwa peran utama dari kecintaan ini adalah menumbuhkan benih-benih spiritualitas dari keimanan kita. Diceritakan bahwa Rasulullah saww dan Ahlulbayt as bersabda, "setiap benda memiliki poros utama, dan poros utama Islam adalah kecintaan mereka kepada kami, yakni aku dan keluargaku." Dalam hadist yang lain dikatakan bahwa, "Bagi mereka yang ingin mengambil peranan dari keimanan yang sejati hendaknya menisbatkan kecintaannya kepada Ali dan Ahlulbaytku." Nabi saww juga berkata, "Kecintaan kalian terhadap keluargaku merupakan simbol keimanan, dan kebencian terhadapnya merupakan simbol kekufuran. Siapa saja yang mencintai Ahlubaytku berarti mencintai aku dan mencintai Allah swt. Dan siapa saja yang membencinya berarti membenci aku dan membenci Allah swt."

Dikisahkan bahwa Imam Dja'far Al-Shodiq as berkata, "Setiap bentuk ibadah senantiasa ada yang mengunggulinya, dan kecintaan kepada keluarga Rasul merupakan suatu kemestian dalam keimanan seorang muslim." Lebih jauh lagi ditegaskan dalam kitab suci, bahwa kecintaan kepada Ahlulbayt Rasulullah merupakan manifestasi rasa syukur kita atas turunnya risalah kenabian. Allah swt berfirman, "Katakanlah (Muhammad): aku tidaklah meminta upah atas risalah yang aku bawa kecuali kecintaan kalian kepada sanak keluarga." (QS. 42:23)

Ketika Nabi saww ditanya oleh para sahabat tentang siapakah yang dimaksud dengan sanak kerabatnya, Rasulullah menjawab, "Mereka yang oleh Allah diwajibkan kepada seluruh muslim untuk mencintainya, yaitu Fatimah, Ali, Hasan dan Husain."

Menurut madzhab Syi'ah, merujuk kepada ayat ini, setiap muslim dituntut untuk mencintai Ahlulbayt sebagai konsekuensi ketundukannya pada hukum Islam. Karena Tuhan di dalam ayat ini menginstruksikan kepada manusia untuk mencintai mereka. Mereka merupakan panutan agung dalam rangka untuk taat pada perintah-perintah Allah. Maqam mereka sedemikian tinggi dihadapan Allah dan suci dari segala bentuk dosa dan segala sesuatu yang menjauhkan manusia dari rahmat Tuhan.

Pendeknya, jika Tuhan menginstruksikan kepada manusia untuk mencintai sekelompok manusia, maka mereka niscaya yang terbaik, terutama dan teragung di antara makhluk-makhluk-Nya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar