Minggu, 14 Februari 2010

as-Sayyid Muhammad ibn Alawi Al-Maliki: Pembina Calon Ulama’ Indonesia (2)

Bismilahirrahmanirrahim Walhamdulillahi Rabbil ‘aalamiin Wassholatu Wassalamu `Ala Rasulillah, Wa’ala Aalihie Washohbihie Waman Walaah amma ba’du…

Sebelum Meninggal Kumpulkan Santri, In Memoriam Sayid Muhammad

Tahashshontu Bidzil Mulki Walmalakuut. Wa’tasomtu Bidzil ‘Izaati
Waljabaruut. Watawakkaltu ‘alal Maliki…

SETIDAK-TIDAKNYA saya mendapatkan ijazah tiga hizib dari Sayid Muhammad bin Alawi bin Abbas Al-Maliki Alhasani Makkah, ketika sowan kali pertama, musim haji tahun 2003. Potongan bait di atas adalah Hizib Nashor atau “Hizbun Nashor”. Dua hizib yang lain yaitu “Hizbun Nawawi” dan “Hizbul Bahr”. Ketiganya termuat dalam kitab kecil karya Sayid Muhammad “Syawariqul Anwar”. Selain memuat hizib, dalam kitab tersebut juga terdapat catatan “Istighfar Alkabir”, “Alwirdul Latif”, “Ratibul Imam” dan lain-lain.

Ketika sowan Sayid di rumahnya, Jalan AlMaliki, kawasan Rusyaifah,
sekitar 8 km arah Selatan Masjidil Haram, Makkah, saya ditemani KH
Maemun Zubair, Pengasuh Pondok Pesantren Al-Anwar, Karangmangu,
Sarang, Rembang dan Drs HM Chabib Thoha MA, Kakanwil Depag Jateng.

Nama Sayid Muhammad di kalangan kiai dan ulama Indonesia sangat
akrab. Bahkan Kiai Maemun menuturkan pernah menjadi santri ayah Sayid
Muhammad yaitu Sayid Abbas. Maka kabar meninggalnya Sayid Muhammad,
Jumat dini hari lalu (29/10/2004) mengagetkan para kiai dan ulama.

Sejumlah kiai yang tengah menunaikan umroh Ramadan tidak kalah
kagetnya. “Kami berencana sowan Kamis malam. Bahkan sudah janjian
lewat santri Sayid di rumahnya. Belum sempat sowan, Jumat dini hari
sudah dipanggil Allah Subhanahu Wataala,” tutur KH Abdul Wahid Zuhdi
sambil terbata-bata melalui telepon.

Wakil Rois Syuriyah PWNU Jateng yang kini memimpin pesantren di
Bandungsari Grobogan itu, pernah menjadi santri di rubat (pesantren) milik Sayid Muhammad. “Tolong diumumkan di Indonesia dan shalat ghaib untuk Sayid,” pesan Gus Wahid.

Agar Diamalkan

Kiai Maemun Zubair berpesan agar hizib dan doa-doa yang diijazahkan
Sayid diamalkan. “Insya Allah bermanfaat Gus,” katanya.

Ketika mendengar Sayid Muhammad meninggal, saya hanya bisa menangis
sambil mendekat erat-erat Kitab “Syawariqul Anwar”-nya Sayid.

Menurut Mbah Maemun, hizib-hizib itu mempunyai fungsi yang berbeda-
beda. Pengaruhnya menjadi sangat luar biasa tergantung dari sasaran
dan tujuannya. Makanya di kalangan pesantren, tidak sembarangan kiai
memberikan ijazah hizib kepada santrinya. Untuk mendapatkannya, ada
yang harus melewati ritual seperti puasa, riyadhah dan lain-lain.

Sebelum meninggal, kata Gus Rouf (Abdul Rouf), putra KH Maemun Zubair yang masih menjadi santri Sayid Muhammad, ulama terkemuka di Makkah itu seolah-olah tahu akan dipanggil Sang Khalik. Buktinya beberapa jam sebelumnya Sayid sempat mengumpulkan para santri dan memberikan wejangan.

Ratusan santrinya, sebagian besar berasal dari Indonesia. Menurut
Mbah Maemun, mereka tidak dipungut biaya serupiah pun. Bahkan tiap
santri mendapat uang saku sari Sayid tiap bulan 200 real (sekitar Rp
500.000).

Yang menarik lagi, hampir setiap tamu yang bersilaturahim ke rumah,
pulangnya pasti diberi oleh-oleh. Mungkin kitab-kitab atau makanan
bahkan uang.

Kali kedua bertemu Sayid Muhammad, Ramadan tahun lalu saya sudah
lebih percaya diri. Kalau kunjungan pertama ditemani Mbah Maemun
Zubair dan Drs HM Chabib Thoha MA, kunjungan kedua diantar Gus Wahid.

Saya merasa lebih senang dan tidak lagi deg-degan seperti kunjungan
pertama. Mengapa? Karena di dekat saya ada 80 kiai NU dan pengasuh
Pondok Pesantren se-Jateng yang jagoan berkomunikasi dalam Bahasa
Arab.

(Agus Fathuddin Yusuf-33)

dari Suara Merdeka

#####

Sayid Muhammad Meninggal Dunia

SEMARANG - Innalillahi wa Inna Ilaihi Rajiun. Ulama Besar Makkah (Min Kibaril Ulamail Makkah) Sayid Muhammad bin Alawi bin Abbas Almaliki Alhasani, Jumat pagi (Waktu Arab Saudi) wafat. Sejumlah kiai dan ulama dari Jateng yang tengah menunaikan ibadah umrah Ramadan, bertakziah ke rumah duka, kawasan Rusyaifah, Jl Maliki, sekitar 8 km dari Masjidil Haram, Makkah.

Pengasuh Pondok Pesantren Futuhiyyah, Suburan Mranggen, KH Hanif
Muslih Lc melalui telepon internasional kepada Suara Merdeka menjelaskan, Sayid Muhammad wafat sekitar pukul 04.00 (Waktu
Arab Saudi). “Yang sangat luar biasa, beliau wafat hari Jumat di
bulan suci Ramadan,” katanya.

Kamis malam, sehari sebelum wafat, para kiai dipimpin KH Abdul Wahid Zuhdi (Gus Wahid) Bandungsari, Ngaringan, Grobogan, bermaksud
silaturahmi ke kediaman Sayid. Namun, menurut salah seorang
santrinya, Abdul Rouf (Gus Rouf) Sayid tengah pergi ke suatu tempat
yang dirahasiakan. Gus Rouf adalah putra KH Maemun Zubair yang telah
menjadi santri kepercayaan Sayid Muhammad di Makkah beberapa tahun
lamanya. Gus Wahid sendiri pernah menjadi santri Sayid selama tiga
tahun sebelum pulang memimpin pondok di Bandungsari, Grobogan. (B13,
amp-63)

dari Suara Merdeka

Baca tulisan bagian ke-3, kenangan dan biografi beliau dari seorang murid beliau…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar